Ayat 16-19: Tertib ayat-ayat Al Qur’an dan surat-surat di dalamnya sesuai ketentuan Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
لا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ (١٦) إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ (١٧)فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ (١٨) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ (١٩)
Terjemah Surat Al Qiyamah Ayat 16-19
16. [1]Jangan engkau (Muhammad) gerakkan lidahmu (untuk membaca Al Quran) karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya[2].
17. [3]Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya.
18. Apabila Kami telah selesai membacakannya[4] maka ikutilah bacaannya itu[5].
19. [6]Kemudian sesungguhnya Kami yang akan menjelaskannya[7].
Ayat 20-25: Terbaginya manusia menjadi dua golongan; orang-orang yang berbahagia dan orang-orang yang sengsara.
كَلا بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ (٢٠) وَتَذَرُونَ الآخِرَةَ (٢١) وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ (٢٢) إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ (٢٣) وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ بَاسِرَةٌ (٢٤) تَظُنُّ أَنْ يُفْعَلَ بِهَا فَاقِرَةٌ (٢٥)
Terjemah Surat Al Qiyamah Ayat 20-25
20. Tidak![8] Bahkan kamu (wahai manusia) mencintai kehidupan dunia[9],
21. dan mengabaikan (kehidupan) akhirat[10].
22. [11]Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.
23. Memandang Tuhannya[12].
24. [13]Dan wajah-wajah (orang kafir) pada hari itu muram,
25. mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang sangat dahsyat[14].
[1] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu ‘Abbas tentang firman Allah Ta’ala, “Jangan engkau (Muhammad) gerakkan lidahmu (untuk membaca Al Quran) karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya.” Ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berusaha keras untuk (hapal) Al Qur’an, oleh karena itu Beliau sering menggerakkan kedua bibirnya.” Ibnu Abbas berkata, “Aku menggerakkan kedua bibirku kepada kamu sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menggerakkannya.” Sa’id (bin Jubair) berkata, “Aku juga menggerakkannya sebagaimana aku melihat Ibnu Abbas menggerakkannya.” Maka Sa’id menggerakkannya, Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menurunkan ayat, “Jangan engkau (Muhammad) gerakkan lidahmu (untuk membaca Al Quran) karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya-- Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya.” Ia (Ibnu Abbas) berkata, “Yakni mengumpulkan dalam dadamu sehingga kamu dapat membacanya.” Firman-Nya, “Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.” Maka Beliau mendengarkan dan diam memperhatikan. Firman-Nya, ” Kemudian sesungguhnya Kami…dst.” Yakni kemudian atas tanggungan Kami, kamu membacanya. Setelah itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila didatangi Jibril diam mendengarkan. Setelah Jibril pergi, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membacanya sebagaimana Jibril membaca. (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Ahmad, Thayalisi, Ibnu Sa’ad, Ibnu Jarir, Al Humaidiy, dan Ibnu Abi Hatim).
[2] Maksudnya, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dilarang Allah menirukan bacaan Jibril ‘alaihis salam kalimat demi kalimat, sebelum Jibril ‘alaihis salam selesai membacakannya (lihat pula surah Thaaha: 114), agar Beliau dapat menghapal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam ikut menirukan bacaan JIbril ‘alaihis salam ketika itu karena takut bacaan itu hilang dari Beliau.
[3] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menjamin, bahwa Beliau akan dapat menghapal dan membacanya.
[4] Melalui bacaan malaikat Jibril ‘alaihis salam.
[5] Yakni dengarkanlah bacaannya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan adab yang diajarkan Allah, oleh karena itu ketika malaikat Jibril membacakan Al Qur’an, Beliau pun diam memperhatikan, setelah itu Beliau membacanya. Dalam ayat ini terdapat adab menimba ilmu, yaitu seorang pelajar hendaknya tidak segera bertanya kepada guru sebelum guru selesai menerangkan. Demikian pula ketika di awal ucapannya ada yang perlu dibetulkan atau dianggap bagus, ia pun tidak segera membetulkan atau menerimanya bahkan sampai ucapan itu selesai agar jelas yang hak dan yang batil dan agar ia memahami keadaan yang sesungguhnya.
[6] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menjanjikan Beliau dapat menghapal maknanya setelah menghapal lafaznya.
[7] Dengan memahamkannya kepadamu. Dalam ayat ini terdapat dalil, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana menerangkan kepada umat lafaz-lafaz wahyu, maka Beliau juga menerangkan kepada umat makna atau kandungannya.
[8] Kata ‘kalla’ di ayat ini bisa diartikan ‘Ingatlah’.
[9] Inilah yang membuat kamu lalai dan berpaling dari nasihat Allah dan peringatan-Nya.
[10] Sehingga kamu tidak beramal untuknya seakan-akan kamu diciptakan bukan untuknya, dan seakan-akan dunia adalah tempat menetap yang perlu untuk diberikan pengorbanan pikiran dan tenaga sehingga hakikat menjadi berubah di hadapanmu dan kamu pun mendapatkan kerugian. Kalau sekiranya kamu mengutamakan akhirat di atas dunia, kamu melihat akibat (akhir) dari sesuatu sebagaimana orang yang berakal melihat, tentu kamu akan beruntung.
[11] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan keadaan orang-orang yang mengutamakan akhirat.
[12] Mereka merasakan nikmat melihat Allah yang tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Ketika mereka melihatnya, maka mereka lupa terhadap semua kenikmatan dan mereka mendapatkan kenikmatan dan kegembiraan yang tidak dapat diungkapkan oleh lisan, wajah mereka pun semakin berseri dan bertambah indah, maka kita meminta kepada Allah Yang Mahamulia agar Dia menjadikan kita bersama mereka, Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin.
[13] Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman tentang orang-orang yang mengutamakan dunia daripada akhirat.
[14] Yaitu azab yang pedih dan keras sehingga wajah mereka berubah menjadi muram, wal ‘iyaadz billah.